Take a fresh look at your lifestyle.

Pengamat: AMDK di RUU SDA hanya Pengalihan Isu

0
Pengamat: AMDK di RUU SDA hanya Pengalihan Isu

Ekonom senior Faisal Basri

Jakarta – Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan munculnya AMDK di RUU SDA hanya Pengalihan Isu Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA). Padahal baiknya lebih fokus ke arah pembenahan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pasalnya, semua persoalan air bersih yang ada di seluruh Indonesia saat ini adalah lebih disebabkan kondisi PDAM yang terseok-seok.

Menurut Faisal Basri, yang perlu dibahas dalam RUU SDA itu sebetulnya adalah bagaimana membuat PDAM lebih sehat. “Misalnya di Jakarta, masak kebocorannya 40 persen,” kata Faisal di Jakarta, Selasa (2/10).



Kemudian, kata Faisal, yang harus diatur lainnya adalah soal harga yang saat ini berada di bawah ongkos produksi serta keuntungan PDAM yang tidak memadai.

Dia melihat PDAM saat ini sudah mulai menggeser fungsi sosialnya. Mereka juga sudah membuat air minum dalam kemasan. “Ini sudah dilakukan oleh beberapa PDAM,” tuturnya.

Menurut Faisal, hal itu terjadi karena PDAM itu harganya ditahan oleh pemerintah, apalagi menjelang pemilu. Kondisi ini menyebabkan separoh PDAM itu keuangannya tidak sehat. “Tapi gara-gara butuh layanan, dibela-belai itu PDAM-nya dengan cara memunculkan isu bahwa AMDK menyebabkan rakyat kekurangan air,” ucapnya.

Faisal menuturkan kinerja 378 PDAM pada 2017 menunjukkan sebanyak 103 (27,2%) PDAM kurang sehat, dan 66 (17,5%) sakit.

“Jadi karena fungsi PDAM terseok-seok, rugi terus sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya secara optimal, terus yang disalahi AMDK,” kata Faisal.

Mungkin ada kasus-kasus AMDK di satu tempat tidak benar cara mengambil airnya sehingga menyebabkan masyarakat di sekelilingnya kekurangan air. Itu memang harus ditindak. “Tapi AMDK itu kan tidak sembarangan untuk mengelola air tanahnya. Ada izinnya dari Kementerian ESDM dan itu sangat ketat.,” ucapnya.

Faisal mengatakan, setiap kabupaten/kota itu ingin punya PDAM, padahal tidak punya sumber air.

Sementara, hampir semua PDAM yang saat ini berbasis batas administratif (kabupaten/kota), padahal sifat kegiatannya adalah monopoli alamiah yang butuh keekonomian skala besar. RUU SDA harus bisa membenahi ini. Harus ada perubahan model bisnis dengan cara sinergi antar daerah yang memiliki air baku dan daerah yang memiliki potensi konsumen banyak. ”Kalau itu digabung, ongkos produksi akan semakin sedikit,” tuturnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih rata-rata mencapai 72 persen. Sekarang ada isu industri kontradiksi sama rakyat.

Sementara dari dari BPS menunjukkan bahwa daerah-daerah yang sedikit industrinya justru persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersihnya jauh berada di bawah rata-rata. Sedang, daerah yang indsutrinya banyak, akses air bersih rumah tangganya malah tinggi. Jawa Timur yang banyak industrinya misalnya, akses air bersih rumah tangganya mencapai 75,5%.

Sementara Bengkulu yang industrinya sedikit justru akses air bersih rumah tangganya hanya 43,8%. “Ini kan aneh dan menunjukkan pengelolaannya belum maksimal,” kata Faisal.

Di sisi lain, menurut Faisal, jika air minum dalam kemasan dimasukkan dalam UU, itu bisa menjadi preseden buruk. “Berapa ribu produk nanti yang akan dibahas. Jadi menurut saya, cukup prinsip-prinsip dasar saja agar tidak kaku. Jadi nggak perlu dimasukkan ke undang-undang. AMDK itu pakai peraturan yang sudah ada saat ini saja,” ujarnya.

TAGS : RUU SDA Faisal Basri Pengamat

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/41673/Pengamat-AMDK-di-RUU-SDA-hanya-Pengalihan-Isu/

Leave A Reply

Your email address will not be published.