Panitera PN Jaksel Ditangkap Setelah Tak Bisa Cairkan Cek Rp250 Juta
Ketua KPK Agus Rahardjo
Jakarta – Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi (TMZ)sempat mengembalikan cek senilai Rp 250 juta kepada pengacara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Akhmad Zaini (AKH). Cek itu dikembalikan lantaran Tarmizi tak bisa mencairkan cek tersebut.
Demikian disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo saat menjelaskan kronologi tangkap tangan Tarmizi, Zaini, dan tiga orang lainnya di PN Jaksel pada Senin 22 Agustus 2017. Tiga orang lain yang turut diamankan yakni Teddy Junaedi (TJ) selaku pegawai honorer PN Jaksel, Fajar Gora (FJG) selaku kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection, dan Solihan (S) selaku supir rental yang disewa Zaini.
“AKZ menerima pengembalian cek senilai Rp 250 juta dari TMZ karena TMZ tidak dapat mencairkan cek tersebut,” ungkap Agus di kantornya, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Setelah itu, lanjut Agus, Zaini mencairkan cek tersebut dan cek lainnya yang dibawanya senilai Rp 100 juta di Bank BNI Ampera. Dari cek yang dicairkan, Zaini kemudian memasukan uang ke rekeni BCA miliknya.
“Kemudian AKZ melakukan transaksi pemindahbukuan antar rekening BCA di Bank BCA Ampera dari rekening miliknya ke rekening TJ (Teddy Junaedi) sebesar Rp 300 juta,” ujar Agus.
Pristiwa itu terjadi pada Senin 22 Agustus 2017. Menurut Agus, pihaknya memang telah memonitor pergerakan Zaini. Dimana setelah tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 08.00 dari penerbangan Surabaya-Jakarta, Zaini menemui Tarmizi di PN Jaksel.
Nah, mereka kemudian dicocok satu persatu di PN Jaksel sekitar pukul 12.30 WIB. Pertama kali, tim mengamankan Zaini di depan Mesjid di PN Jaksel.
“Kemudian Tim mengamankan TJ di parkiran motor PN Jaksel dan setalah itu tim masuk ke ruang kerja TMZ dan mengamankan yang bersangkutan dari dalam ruangan. Selain itu tim KPK juga mengamankan FJG yang menunggu di ruang sidang dan S (dicocok) di parkiran mobil,” terang Agus.
Kelimanya kemudian dibawa ke gedung KPK sekitar pukul 13.00 WIB. Selanjutnya mereka menjalani pemeriksaan intensif.
Dari OTT itu, kata Agus, penyidik KPK mengamankan barang bukti berupa bukti transfer dari rekening BCA milik Akhmad ke Teddy, yakni senilai Rp100 juta pada 16 Agustus 2017 dan Rp 300 juta pada 21 Agustus 2017. Tim KPK, sambung Agus, juga mengamankan buku tabungan dan kartu atm milik Teddy Junaedi yang diduga sebagai pihak menampung suap.
“KPK juga amankan buku tabungan dan kartu ATM milik TJ sebagai penampungan dana,” ucap Agus.
Meski diduga sebagai penanmpung suap, Teddy Junaedi tak dijerat sebagai tersangka. Begitu juga dengan Fajar Gora (FJG) Solihan (S) yang hanya berstatus saksi.
Lembaga antikorupsi hanya menjerat Tarmizi dan Zaini sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengamanan perkara perdata.
Zaini diduga memberikan uang dengan Rp 425 juta kepada Tarmizi agar gugatan Eastren Jason Fabrication Service Pte, Ltd (EJFS) selaku penggugat terhadap PT ADI selaku tergugat ditolak.
“Diduga Pemberian AKZ, selaku kuasa hukum PT ADI kepada TMZ, agar gugatan PT E limited terhadap PT ADI ditolak,” tutur Agus.
Awalnya, PT Aquamarine yang bergerak di bidang konstruksi dan survey bawah laut itu terlibat wanprestasi terhadap PT Eastern. PT Eastern kemudian pada 4 Oktober 2016 mengajukan gugatan perkara perdata wanprestasi PT Aquamarine ke PN Jaksel yang teregister nomor 688/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL. PT Eastern selaku penggugat menuntut pembayaran ganti rugi senilai kurang lebih US$7,6 juta dan Sing$131 ribu ke PT Aquamarine selaku tergugat.
”PT ADI didugat karena telah melakukan perbuatan cedera janji (wanprestasi) karena tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang mengakibatkan kerugian bagi penggugat,” ujar Agus.
Putusan perkara perdata ini rencananya dibacakan pada 21 Agustus 2017. Untuk memuluskan rencana agar majelis hakim PN Jaksel menolak gugatan itu, Zaini selaku kuasa hukum PT Aquamarine berkomunikasi dengan Tarmizi.
Kemudian disepakati nilai uang `pelicin` sebesar Rp 400 juta. Meski demikian, total uang yang diberikan Zaini ke Tarmizi sebesar Rp 425 juta.
Pemberian uang pada 21 Agustus 2017 itu bukanlah yang pertama. Sebelumnya sudah dua kali terjadi pemberian uang.
Pemberian pertama senilai Rp 25 juta pada 22 Juni 2017. Pemberian itu disamarkan dengan istilah “DP bayar tanah”. Kemudian pemberian kedua sebesar Rp 100 juta pada 16 Agustus 2017. Pemberian itu disamarkan dengan istilah “pelunasan pembayaran tanah”.
“Menyamarkan keterangan di dalam pengiriman untuk pembayaran tanah,” tandas Agus.
TAGS : KPK agus rahardjo
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin