Apel Pemuda Indonesia diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Ansor di Cibubur
Jakarta – Wis ceto welo welo, ini adalah ulah yang selama ini tidak suka dan pembenci Ansor dan Banser. Apapun yang dilakukan organisasi pemuda Aswaja ini dianggap keliru, salah dan sesat. Mereka bisa berbaju agama, intelektual, LSM, politisi juga para teknokrat dan profesional. Apalagi dengan terbongkarnya jaringan al-kadzdzab Muslim Cyber Army (MCA). Pokoknya lengkap-lengkip sudah.
Anehnya ada orang tua kami, sahabat dan adik-adik kami yang terpengaruh dangan skenario ini. Ikut-ikutan komen dan membuat tulisan terhadap sesuatu yang mestinya bisa didekati dangan cara pandang yang luas, dialog, guyon dan diimbangi dengan tabayun, sebagaimana diajarkan oleh para ulama dan kyai kita. Pendekatan khas model NU dan pesantren, mestinya harus dikedepankan. Kalau tidak bisa membantu langkah anak-anak muda, berjuang dan melawan kelompok anti Pancasila dan NKRI, lebih baik diam dan itu lebih bijaksana.
Lalu apa kepentingannya para pembenci itu? Proyek khilafah dan segala paham dan idiologi anti Pancasila dan NKRI terancam gagal. Indonesia ingin mereka buat seperti Syuriyah dan saudara muslim kita yang lain, yang sampai kini di dera konflik tak berkesudahan. Salah satunya dengan menyerang terus-menerus pilar kebangsaannya, yaitu Nahdlatul Ulama dengan sayap pemudanya yang progresif, Gerakan Pemuda Ansor.
Diakui atau tidak hari-hari ini, yang sangat nyaring menentang mereka adalah Ansor–Banser tanpa bermaksud mengesampingkan peran yang lain. Mereka gerah dan kebenciannya membuncah sampai ke ubun-ubun. Jamiyah ini mereka adu domba dan fitnah yang sangat, namun mereka kerap kewalahan dan gagal. Segala pasal dicari dan berbagai cara ditempuh, yang penting sayap pemudanya patah dan lumpuh.
Mereka lupa Ansor–Banser didirikan oleh para ulama bahkan auliya. Setiap gerak langkahnya dilindungi karena karomah para pendirinya (the founding father), termasuk pencipta lagu Ya Lal Wathon yang kini dijadikan dasar idiologis, sumber motivasi dan inspirasi gerakan (harakah) bagi 5 juta kader dari sabang sampai merauke.
Peristiwa melantunkan lagu Ya Lal Wathon di Mas`a saat ritual Saí, yang bagi kami digolongkan sebagai dzikir dan doa, adalah refleksi mendalam akan kecintaan GP Ansor dan Banser, kepada Indonesia. Sebuah deklarasi religius spontan, tidak direncanakan, reflek, mengalir begitu saja dan tidak didasarkan pada kepentingan ingin populer, sok-sokan paling nasionalis dan segala bentuk yang berdimensi riya. Begitu selesai sa`i ada satu dua orang yang menyanyikan lagu heroik itu, pasti dengan serta merta sahabat-sahabat yang lain secara reflek dan spontan ikut menyanyikannya.
Ya Lal Wathon wajib diajarkan dan dinyanyikan dalam pelatihan dan diklat-diklat GP Ansor dan Banser, juga disetiap momen dan acara-acara Ansor. Mereka hafal lagu dan liriknya lengkap dengan sejarah, filosofi dan makna yang terkandung di dalamnya. Inilah karya maha dahsyat pendiri GP Ansor, sekaligus Jamiyah NU. Karya waliyulloh, ulama yang paripurna, pejuang dan pahlawan nasional asal Jombang ini menjadi warisan yang tak ternilai harganya tidak saja bagi NU tetapi untuk bangsa ini dan dunia.
Anak saya juga para pengurus dan intrsuktur GP Ansor dan lebih massif lagi putra dan putri aktivis Ansor kebanyakan hafal lagu Ya Lal Wathon. Di samping Mars Ansor dan Mars Banser, apalagi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan sholawat. Ya Lal wathon benar-benar telah mendunia dan menggugah kesadaran kita akan pentingnya nasionalisme. Jadi sangat wajar para pembenci NU, Ansor dan Banser kebakaran jenggot.
Ya Lal Wathon telah menjadi amalan yang telah terhunjam menyatu dalam diri kader Ansor–Banser. Telah menjadi watak, tabiat dan nilai tersendiri. Dapat dikatakan telah menjadi moral, karakter dan akhlak Ansor. Benar apa yang dikatakan filosof Ibnu Miskaweh yang mendefinisikan akhlak adalah “hal li nnafsi daa`iyatun lahaa ila af`aliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertmbangan.
Sahabat-sahabatku para anggota dan kader Ansor–Banser, tetaplah semangat dan jangan keder dengan mereka. Langkah dan posisi kita sudah benar, tidak perlu disesali, biasa saja perjuangan itu penuh dinamika dan hambatan. Tidak ada yang salah dengan kejadian di Mas`a itu. Kita telah berhasil membuka kesadaran publik bahwa musuh bangsa ini benar-benar fakta yang tiap saat mengancam NKRI. Maka begitu lagu heroik itu disenandungkan mereka marah dan menyerang Ansor Banser.
Ya Lal Wathon di Mas`a telah memaksa para agamawan untuk membuka dan mengkaji kembali kitab-kitab fiqih haji dan umroh. Selama ini ibadah umroh berlalu begitu saja, seolah menjadi ritus yang hanya berdimensi individual (hablun min al Alloh) kurang berdimensi sosial (hablunmin al-naas), yang terjemahan Ansor adalah dimensi kebangsaan dalam ritual umroh.
Ya lal Wathon telah kita warisi dengan baik dari Mbah KH. Wahab Hasbullojh. Kita maknai dan kita amalkan serta di desiminasikan kepada masyarakat. Kini lagu itu tidak saja menjadi milik NU, tetapi menjadi milik bangsa ini bahkan warga dunia. Dengan demikian kitalah yang mempunyai sanad yang jelas tentang rantai kebangsaan Ya Lal Wahon. Wallahu a`lam bi al-shawab.
Jakarta, 2 Maret 2018
Ruchman Basori
Ketua Bidang Kaderisasi Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
TAGS : Ansor Banser Muslim Cyber Army
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/29907/Ya-Lal-Wathon-yang-Heroik-Itu/