Sidang Gugatan Terhadap HPL Pelindo II di PN Jakarta Utara
Jakarta, Jurnas.com – Nasib Warga RW 08 Kelurahan Ancol, Jakarta Utara sampai sekarang masih terkatung-katung.
Mereka menunggu kepastian status lahan perkampungannya yang sejak 2014 diketahui telah diterbitkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pelindo II No.7 pada tahun 1990.
Padahal dalam SK Mendagri No.128/HPL/DA/86 yang menjadi dasar penerbitan sertifikat HPL tersebut, tidak jelas disebutkan bahwa permukiman Warga RW 08 Kelurahan Ancol masuk dalam area pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa di bawah PT Pelindo II, tanpa melalui proses pengukuran dan pembebasan tanah warga sebagaimana disyaratkan dalam SK tersebut.
“Terus terang saja kami heran bagaimana mungkin warga yang bahkan sudah ada jauh sebelum Pelindo II ada di negara ini tiba-tiba ada sertifikat HPL. Ini sangat meresahkan kami,” kata Tokoh Masyarakat RW 08 Kelurahan Ancol, Jakarta Utara, Haji Sunding kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/3).
Dijelaskan Sunding, awal diketahuinya HPL Pelindo II di atas lahan warga tersebut saat ada program sertifikat tanah dari pemerintah pada 2014.
Saat itu jelas Sunding warga ramai-ramai mengurus sertifikat tanahnya karena masyarakat memiliki alas hak berupa Eigendom Verponding/Verponding Indonesia sejak tahun 1914.
Ketika semua berkas sudah diurus, lanjut Sunding, barulah ketahuan dari BPN bahwa di atas tanah warga yang dimohonkan sertifikat tersebut terdapat sertifikat HPL Pelindo II.
“Saat itu tentu saja kami heran, kami sudah puluhan tahun di sini menguasai lahan ini koq bisa ada HPL,” ungkapnya.
Sebagai Ketua RW, Sunding ketika itu mengumpulkan warga dan meminta kejelasan pada pelindo II mengenai masalah ini, tetapi tidak ada kejelasan sama sekali. Mereka lantas mengadu ke BPN dan Komisi II DPR agar dapat perhatian.
“Kami jelas tidak menerima bahwa lahan warga ini diklaim begitu saja oleh Pelindo II,” ungkap Sunding yang sudah sejak 1957 tinggal di sisi barat Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut.
Ia menuturkan saat ini ada sekitar 860 KK yang hak atas lahannya terancam. Mereka hanya ingin agar lahan miliknya dikeluarkan saja dari HPL Pelindo II, dan kembalikan hak warga.
“Pemerintah melalui BPN harusnya lebih teliti lagi dalam mengatur tanah. Ini kelihatan ada karut marut soal penguasaan lahan oleh Pelindo II yang merugikan warga,” ungkap Sunding.
Ia mengatakan salah satu warga RW 08 sudah melayangkan gugatan ke PN Jakarta Utara sebagai upaya hukum atas terbitnya HPL Pelindo II tersebut. “Kita sedang tunggu hasilnya seperti apa,” ungkap Sunding.
Kuasa Hukum Warga RW 08, Keng Joe Hok, SH, dari Kantor Hukum Mayjen TNI (Purn) Unggul K Yudhoyono menjelaskan, bahwa HPL Nomor 7 yang diberikan kepada Pelindo II adalah cacat hukum karena tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam SK Menteri Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria No.128/HPL/DA/86.
Dimana SK tersebut bersyarat yaitu harus ada penyelesaian terlebih dahulu dengan masyarakat yang secara fisik menguasai tanah sebelum diterbitkan Sertifikat HPL No 7.
“Seperti klien kami PT Artha Sempana yang berlokasi di RW 08 yang sudah mengusai tanah sejak tahun 1949, bahkan membayar pajak tanah secara rutin lantas terbit HPL Pelindo II tentu sangat keberatan,” ujarnya.
Artinya, lanjut Keng, karut marut ini harus diselesaikan agar tidak menjadi preseden buruk kalau perusahaan BUMN seenaknya saja mengklaim tanah warga.
“Jangan warga yang jadi korban akibat tidak cermat entah saat melakukan pengukuran atau mungkin secara sengaja dilakukan,” tuntas Keng.
TAGS : Pelindo II RW 8 Ancol
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin