Take a fresh look at your lifestyle.

Tanpa Fahri, UU Pemilu Tak Bisa Disahkan

0
Tanpa Fahri, UU Pemilu Tak Bisa Disahkan

Ilustrasi Paripurna DPR

Jakarta – RUU Pemilu telah disahkan menjadi UU Pemilu pada sidang Paripurna DPR bersama pemerintah, Kamis (20/7). Pengesahan UU itu menuai kontroversi. Sebab, empat fraksi dan tiga pimpinan DPR walk out dari sidang paripurna.

Meski seluruh anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna saat pengambilan keputusan UU Pemilu kuorum, ada sosok yang menjadi penentu UU tersebut bisa disahkan. Siapa dia?

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagai penentu atas pengesahan UU Pemilu dengan paket A. Sebab, pengesahan UU dalam sidang paripurna DPR minimal diwakilkan dua pimpinan.

Diketahui, pengesahan UU Pemilu dilakukan setelah empat fraksi di DPR, yakni Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS yang menolak presidential threshold menyatakan walk out dari ruangan rapat paripurna. Aksi walk out itu juga diikuti oleh tiga pimpinan DPR, Fadli Zon, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan.

Alhasil, Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) mengambil alih pimpinan sidang paripurna pengambilan keputusan RUU Pemilu ditemani Fahri Hamzah.

Fahri memilih tetap berada di mimbar pimpinan sidang paripurna bersama Setnov meski seluruh anggota dari Fraksi PKS keluar.

“Meskipun tadi sebetulnya sudah kuorum dihadiri lima anggota, tapi secara etis harus ada minimal dua pimpinan di depan,” kata Fahri, memberi alasan kenapa dirinya tetap berada di kursi pimpinan sidang paripurna DPR, Jakarta, Kamis (20/7).

Meski memilih paket B dalam RUU Pemilu, Fahri tetap berada dalam ruangan sidang paripurna. Hal itu untuk memperlancar pengambilan keputusan UU Pemilu yang akan disahkan.

“Mungkin saya satunya-satunya yang berbeda dengan bapak-bapak terhadap paket itu, dan saya memilih paket B. Tapi saya tidak walk out itu saja bedanya,” kata Fahri.

BACA JUGA  WNI di Malaysia Dilarang Berpolitik

Ketika dikonfirmasi alasan Fahri tak ikut walk out atas permintaan pihak lain seperti Setnov, ia mengelak. Menurutnya, hal itu hanya untuk memperlancar pengambilan keputusan UU Pemilu.

“Pertama-pertama, saya nggak ada yang ajak konsul, karena independen. Jadi pimpinan saya temani ketua (Setnov) supaya keputusan (rapat) lebih lancar,” tegasnya.

Dengan demikian, Setnov selaku pimpinan sidang dengan leluasa mengesahkan RUU Pemilu menjadi UU Pemilu secara aklamasi dengan memilih paket A.

Paket A dengan Presidential Threshold 20-25 persen, Parliamentary Threshold (PT) 4 persen, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi dapil 3-10, dan metode konversi suara saint lague murni.

“Dengan ini diputuskan hasil RUU pemilu mengambil paket A minus 1. Apakah dapat disetujui?” tanya Setnov dari meja pimpinan.

“Setuju….” jawab anggota DPR yang hadir di sidang paripurna.

Diketahui, pengambilan keputusan itu dilakukan setelah empat fraksi di DPR, yakni Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS menolak adanya presidential threshold dalam UU Pemilu yang dipakai pada Pemilu 2019 nanti.

Adapun keempat fraksi tersebut mendukung paket B yang sebelumnya diusulkan Pansus RUU Pemilu. Adapun Paket B berisi, presidential threshold 0 persen, PT 4 persen, sistem pemilu terbuka, sebaran 3-10 kursi perdapil, metode kuota hare.

TAGS : RUU Pemilu Pemilu 2019 Presidential Threshold Pemerintah

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/19122/Tanpa-Fahri-UU-Pemilu-Tak-Bisa-Disahkan/

Leave A Reply

Your email address will not be published.