Korupsi BLBI
Jakarta – Penyelesaian persoalan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan skema Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) seharusnya tak masuk ranah pidana. Sebab, sejatinya hal itu merupakan perjanjian perdata.
Direktur Biro Riset InfoBank Eko B. Supriyanto mengatakan, penyelesaian BLBI melalui MSAA merupakan ranah hukum perdata. Sehingga hal itu tak bisa dikenakan ke hukum pidana. Selain berpotensi kalah dalam persidangan, kata Eko, penyelesaian kasus BLBI melalui ranah pidana tak akan dapat mengembalikan aset BLBI yang sejatinya merupakan perjanjian perdata.
“Sesuai kebijakan sebelumnya, sebagaimana disepakati dalam perjanjian MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) penyelesaian masalah ini memang seharusnya dilakukan di luar pengadilan, karena kalau masuk pengadilan tidak akan balik duitnya,” ucap Eko dalam keterangannya, Kamis (9/8/2018).
Pemerintah sendiri, ditekankan Eko, sudah membuat kebijakan, yakni siapa yang kooperatif mendapat insentif dan tidak boleh kena penalti. Terlebih bagi yang telah menyeiesaikan seluruh kewajibannya, pemerintah telah mengeluarkan surat release and discharge (surat pembebasan dan pelepasan) dari segala tuntutan hukum apapun.
“Untuk memberikan kepastian hukum, karena sudah menyelesaikan kewajiban MSAA harusnya Syafruddin Arsjad Temenggung, mantan Ketua BPPN yang didakwa merugikan negara Rp4,58 triliun akibat memberikan SKL kepada Sjamsul Nursalim (BDNI) tidak layak disidangkan,” ujar pengamat Perbankan itu.
Eko mengacu pada penyelesaian kewajiban pemegang saham melalui MSAA di mana lima pesertanya, Anthony Salim (BCA), Sjamsul Nursalim (BDNI), M. Hassan (BUN), Sudwikatmono (Bank Surya) dan Ibrahim Risyad (RSI) telah menyelesaikan kewajibannya. “Khusus untuk PKPS BDNI, BPK-RI pada kesimpulan laporan auditnya 30 November 2006 menyatakan surat keterangan lunas-SKL layak diberikan karena pemegang saham BDNI telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam penjanjian MSAA dan perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2002,” tutur Eko.
Pengamat hukum, Andi Wahyu mengungkapkan, BLBI merupakan kebijakan negara. Sebab itu, penyelesaiannya harus mengacu pada kebijakan sebelumnya. Yakni MSAA yang mengikat kedua pihak, negara dan obligor.
Karena itu, jika terjadi masalah dalam implementasinya maka sebelum dilakukan penyelesaian melalui pidana, terlebih dahulu harus melalui cara perdata. Yaitu menggugat kembali sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam MSAA. Nah, penerapan hukum pidana dinilai baru dapat ditempuh jika prosesnya tidak bisa dilakukan.
“Yang harus kita kritisi adalah apakah penyelesaian hukum konsisten atau tidak. Kalau ada dispute atau sengketa dalam implementasi kebijakan tersebut harus mengacu pada MSAA karena ini merupakan perjanjian. Kalau tidak dijadikan rujukan berarti ada problem,” tutur Andi.
TAGS : BLBI Perbankan Sjamsul Nursalim
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/39124/Syafruddin-Pemberi-Uang-kepada-Syamsul-Nursalim-Layak-Disidang/