Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita telepon saluler (HP) Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Penyitaan berkaitan dengan proses penyidikan kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
Juru bicara KPK Febri Diansyah, tak membantah salah satu yang tengah ditelisik penyidik dari HP milik Sofyan adalah percakapan sejumlah pihak yang terlibat dalam proses pembahasan proyek PLTU Riau-I.
Termasuk, komunikasi Sofyan dengan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan dua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua KPK Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
“Yang pasti akan kita dalami ada atau tidak komunikasi antara pihak-pihak tersebut,” kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/8).
Sayangnya, Febri masih belum mau bicara banyak soal isi percakapan dari HP bos PLN tersebut. “Isi percakapan Itu belum bisa kita sampaikan,” kilahnya.
KPK sebelumnya memastikan Idrus dan Sofyan mengetahui banyak ihwal suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. Idrus dan Sofyan sudah dua kali dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan terkait suap proyek bernilai USD900 juta itu.
Dalam CCTV yang disita KPK dari sejumlah lokasi, Idrus dan Sofyan terekam beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni dan Johannes. Namun, KPK masih belum mau bicara banyak soal peran Idrus dan Sofyan.
KPK tengah mendalami dugaan kongkalingkong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.
KPK mengendus adanya peran Eni, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.
Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Proyek pembangunan PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.
KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
KPK mengamini membuka peluang menjerat pihak lain yang terlibat. Apalagi, kediaman Sofyan Basir, kantor pusat PLN, dan kantor PJB Investasi telah digeledah penyidik KPK, termasuk memeriksa sejumlah saksi yang diduga kuat mengetahui suap di perusahaan pelat merah tersebut.
TAGS : KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/39073/Suap-PLTU-Riau-KPK-Dalami-Komunikasi-Dirut-PLN-dan-Idrus/