Ibu Retno Sawitri saat berbincang dengan para awak media ditemani SesBa PPSDMP, STI Minifah bersama Ibu Bupati Lampung Tengah, di Liman Benawi, Trimurjo, Lampung Tengah, Jumat (06/03)
Lampung Tengah, Jurnas.com – Bermodalkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah di jurusan ilmu pertanian Universitas Lampung, Retno Sawitri berhasil menggerakkan ibu-ibu Liman Benawi, Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah mulai mencintai dunia pertanian.
Wanita paruh bayah tersebut, rela meluangkan waktu dan menguras pikirannya agar ibu-ibu yang biasanya hanya menghabiskan waktu untuk merawat anak dan melayani suami kini bisa membantu perekonomian keluarga.
Melalui gerakan kelompok wanita tani yang dibinanya, Retno bersama ibu-ibu lainnya bisa memperoleh penghasilan sendiri tanpa harus bergantung pada suami dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah.
Ia menceritakan bagaimana proses perjuanganya untuk mengajak ibu-ibu dari Liman Benawi agar mau keluar dari zona nyaman untuk menggeluti dunia pertanian dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang dimiliki.
“Awal berdirinya kelompok wanita tani bina pertani ini pada November 2012, dimana anggotanya hanya berjumlah 12 orang. Itu pun harus diajak dari pintu ke pintu agar mau membuat kelompok,” ujar Retno kepada awak media dalam kunjungan pers bersama BPPSDMP di Lampung Tengah, Jumat (07/03).
Menurut Retno, ibu-ibu yang tergabung dalam kelompoknya memang sudah terbiasa dengan pertanian, karena rata-rata dari mereka berasal dari keluarga petani, bahkan suami mereka notabennya adalah petani. Jadi tidak terlalu sulit untuk mengajarkan mereka untuk bertani.
“Cuman karena lahannya kecil jadi rata-rata dari mereka menggunakan polibag dan alat lainnya yang bisa digunakan di pekarangan. Tanaman yang ditanam pun hanya berupa sayuran untuk konsumsi rumah tangga saja,” katanya.
Namun bedanya, lanjut Retno, jenis tanaman yang ditanam hanya berupa tanaman yang organik tanpa menggunakan bahan kimia. “Jadi hanya menggunakan pupuk kandang dan pupuk kompos,” tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, Retno yang masih berstatus Pekerja Harian Lepas (PHL) bersama 12 ibu-ibu lainnya sukses mengembangkam tanaman mereka. Sehingga tepat setahun kemudian, jumlah anggotanya pun bertambah.
“Setelah satu tahun ada penambahan jumlah anggota, yang tadinya hanya 12 orang menjadi 25 orang. Bahkan sekarang sudah berjumlah 45 orang,” katanya dengan penuh rasa bahagia.
Berselang lima tahun kemudian, kata Retno, menjadi titik awal dari pengembangan target dari kelompoknya, yang tadinya menanam hanya untuk konsumsi keluarga semata, namun kini ditujukan untuk konsumsi masyarakat lainnya.
“Tahun kelima mungkin menjadi titik dari perubahan pola atau tujuan dari KWT Liman Benawi. Mereka konsisten melakukan kegiatan dengan memanfaatkan lahan pekarangan sudah mulai terdengar ke daerah lain dan banyak yang mulai ingin melakukan hal yang sama,” ujarnya.
“Selain itu, karena tanamannya sudah lebih dari yang dikonsumsi sendiri, sehingga dipikirkan untuk mulai dijual di pasar, sehingga itu bisa menambah pendapatan bagi keluarga,” ujarnya.
Seperti diketahui melalui program KWT dari Kementerian Pertanian, terkhusus untuk Lampung Tengah sudah memiliki lima pasar yang khusus memasarkan hasil tani dari ibu-ibu kelompok tani.
Ketenaran tersebut, tambah Retno, membuat Liman Benawi mulai dikunjungi KWT-KWT lainnya untuk belajar tentang bagaimana cara menumbuhkan tanaman yang baik dan cara pengolahannya.
“Mulai ada beberapa KWT yang mengunjungi KWT yang kami bina, karena dianggap KWT Liman Benawi berhasil menjadi lumbun pangan bagi keluarganya sendiri,” tambahnya.
“Sudah mulai banyak yang mempelajari dan tujuannya mulai berubah, selain hanya menanam sayuran, kini berubah untuk mampu menghasilkan pundi-pundi uang untuk membantu ekonomi keluarga.”
Selain itu, ketenaran KWT Bina Pertani semangat melambung sehingga mengundang perhatian pemerintah, khususnya kementerian pertanian.
“Masuk tahun kelima, dinas-dinas terkait sudah mulai ikut membina. Bahkan memberikan bantuan berupa pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan tanaman dan cara pengolahannya, sehingga memiliki nilai yang lebih,” tandasnya.
Salah satu produk yang berhasil dikembang kelompok wanita tani bina pertani yaitu jus pakcoy, di mana tanaman yang biasanya janya dijadikan sayur disulap menjadi minuman yanh sehat dan menyegarkan.
“Jus pakcoy ditemukan di tahun kelima. Jadi seiring waktu pakcoy menjadi andalan karena disukai ibu-ibu disana. Harganya pun cukup murah hanya Rp 5.000 per gelas,” katanya.
“Nanti kita ingin membuat wisata sayuran organik di Lampung Tengah, khususnya di wilayah Liman Benawi.”
Retno, hanya satu dari sekian ibu-ibu yang memiliki semangat untuk membangun pertanian di Indonesia yang dimulai dari pertanian keluarga. Semoga semangat Retno mampu tertular ke seluruh ibu-ibu tanah air, sehingga pertanian yang maju, mandiri, dan moderen dapat terwujud.
TAGS : Retno Sawitri Lampung Tengah Kelompok Wanita Tani
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin