Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah
Jakarta – Setelah 20 tahun reformasi dan kecaman sejumlah pihak terhadap orde baru (Orba), sistem penegakkan hukum di tanah air ingin kembali ke zaman itu. Dimana, operasi intelijen masuk ke ranah penegakkan hukum.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/5). Menurutnya, selain sistem penegakkan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), operasi intelijen juga ingin dipakai dalam pemberantasan terorisme.
“Sekarang cara yang sama mau memasukkan operasi intelijen dalam pemberantasan terorisme, itu kacau nanti jadinya. Dia harusnya dibagi tugas, mana tugas penegakan hukum, mana tugas intelijen,” kata Fahri.
“Intelijen silakan nguping, silakan nyari informasi, itu hak dia. Justru intelijen itu berjalan nggak ada kejadian karena dia betul-betul pandai membaca apa yang terjadi,” terangnya.
Untuk itu, Fahri memberi peringatan, ketika operasi intelijen masuk ke penegakan hukum, maka Indonesia kembali zaman Orba atau otoriter. Menurutnya, Undang-Undang (UU) harus sesuai dengan konstitusi. Dimana, operasi intelijen tidak bisa memasuki ranah penegakkan hukum.
“Bahaya (operasi intelijen masuk penegakkan hukum), itu lah orde baru. Orde baru itu penegakan hukum dan operasi intelijen tidak dipisahkan. Akhirnya orang bisa direkayasa,” tegasnya.
Sebelumnya, Fahri juga menyebut, dulu tindak kejahatan korupsi didominasi kerugian negara, saat ini korupsi dengan melakukan operasi intelijen.
“Itulah yang salah di KPK. KPK itu melakukan penegakan hukum dengan memandatkan operasi intelijen sehingga hampir nggak ada lagi yang namanya penegakan hukum, tapi itu operasi intelijen,” terang Fahri.
TAGS : Operasi Intelijen Fahri Hamzah KPK Terorisme
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/34871/Penegakkan-Hukum-kembali-ke-Orde-Baru/