Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik
Jakarta – Mantan Menteri ESDM, Jero Wacik menyebut ada kekeliruan dan kehilafan majelis hakim pengadilan Tipikor dan Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi dalam kasus yang menderanya. Hal itu yang membuat Jero Wacik mengajukan upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK).
“PK ini saya ajukan karena adanya kekhilafan hakim dan kekeliruan nyata dalam peradilan di Pengadilan Negeri dan terutama kekhilafan hakim MA,” ucap Jero Wacik saat membacakan resume memori PK, di Pengadilan Negeri Jakarta, Senin (23/7/2018).
Jero merupakan terpidana kasus korupsi di lingkungan Kementerian ESDM. Jero juga terbukti menyalahgunakan Dana Operasional Menteri, memeras sejumlah pihak saat menjabat Menteri ESDM, terima suap dan gratifikasi. Jero pada tingkat Kasasi di MA divonis 8 tahun penjara.
Dalam pengajuan PK, Jero menyertakan 10 novum baru. Jero pun turut menyeret sejumlah presiden pada kasusnya dalam resume PK. Mulai dari Presiden Habibie, Presiden almarhum Abdurahman Wahid alias Gusdur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, hingga Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Jero dalam resume memori PK menyebut kesaksian Wapres Jusuf Kalla di Pengadilan. Dimana Jusuf Kalla dalam kesaksiannya menyebut bahwa dengan Permenkeu No. 268 tahun 2014, maka pengambilan DOM, penggunaan DOM, Pertanggungjawaban DOM oleh Menteri Jero Wacik sudah sesuai peraturan dan tidak salah.
“Maka mestinya saya tidak dihukum (hukuman badan maupun uang pengganti),” kata Jero.
Jero pada poin 9 juga menyinggung soal Intruksi Presiden Jokowi tanggal 19 Juli 2016, yang menyatakan bahwa kebijakan, diskresi, kesalahan administratif tidak boleh dipidanakan. “Contohnya, pembelian bunga duka waktu almarhum Gusdur wafat, Ibu Ainun Habibie wafat dan lain-lainnya, pembelian tiket istri ke daerah, ongkos pijit, refleksi kaki, hal-hal seperti itu dimasukkan pidana? Sangat dicari-cari dan tidak logis,” ungkap Jero.
Jero juga menilai soal tuduhan menerima gratifikasi dalam acara ulang tahunnya di Hotel Darmawangsa merupakan kekeliruan yang fatal. Yang benar, kata Jero, adalah yang meluncurkan buku itu adalah Presiden SBY.
“Yang benar adalah (acara) peluncuran buku 100 tokoh, yang meluncurkan buku itu adalah presiden SBY, dihadiri oleh Wapres Boediono, mantan Wapres JK, Pak Menteri, tokoh-tokoh yang menulis di buku itu termasuk pak Joko Widodo (waktu itu Gubernur DKI),” ujar Jero.
Menurut Jero, ada panitia dan penerbit yang melaksanakan acara peluncuran buku tersebut. Pada kesempatan sama, Jero juga mengungkapkan kalau dalam PK dirinya saat ini, Presiden SBY turut memberikan kesaksian meringankan secara tertulis.
“Saya tidak mengetahui siapa-siapa yang berpartisipasi, dan tidak ikut campur mengurus acara itu. Jadi tidak bisa itu dikatakan gratifikasi. Bapak Wapres JK dalam kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta juga mengatakan itu bukan acara ulang tahun , tetapi acara peluncuran buku resmi,” terang dia.
Atas kekeliruan dan kehilafan serta Novum yang diajukan, Jero berharap hakim MA mengabulkan permohonan PK yang diajukannya. ”Dengan adanya kekhilafan-kekhilafan dan kekeliruan hakim yang sangat fundamental, serta novum-novum yang kami ajukan tersebut, mohon kiranya Yang Mulia Bapak Ketua MA melalui majelis hakim berkenan untuk menerima PK dan mengabulka permohonan PK saya,” tandas Jero.
TAGS : Jero Wacik Pengadilan Tipikor Mantan Menteri
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/38225/Mantan-Menteri-Jero-Wacik-Sebut-Hakim-Keliru-dan-Khilaf/