Pansus DPR menemukan adanya pelanggaran hukum dalam perpanjangan kontrak JICT
Jakarta – Manajemen Jakarta International Container Terminal (JICT) dinilai melanggar aturan ketenagakerjaan. Hal itu menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dinilai kontroversial terhadap 400 pekerja sejak 1 Januari 2018.
Demikian disampaikan ratusan anggota Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Rabu (4/7/2018). Aksi dilakukan oleh sejumlah serikat pekerja antara lain SP JICT, SPC, SP DKB, SP JAI Bersatu, SP MTI, SP TNO Pelindo II, SP Rumah Sakit Pelabuhan dan SPP Pelindo III.
Ketua Umum FPPI, Nova Sofyan Hakim mengatakan, aksi tersebut dilakukan lantaran pihak manajemen JICT melakukan pergantian vendor, sehingga 400 pekerja terkena PHK sejak 1 Januari 2018. ”PHK yang dilakukan pihak manajemen kontroversial karena tidak sesuai dengan Permenakertrans Nomor 19 tahun 2012 pasal 19 (b), mengingat dalam hal pergantian vendor, pekerja sebelumnya dijamin bekerja kembali,” ucap Nova dalam keterangannya.
Selain itu, sambung Nova, manajemen JICT, terindikasi melanggar aturan karena melakukan vendorisasi pada kegiatan utama. Kinerja JICT dinilai anjlok dan arus barang terganggu lantaran 90 persen perekrutan baru operator pengganti minim kemampuan dan pengalaman.
“400 pekerja outsourcing yang tergabung dalam Serikat Pekerja Container (SPC) ini diduga diberangus (Union Busting) oleh manajemen karena turut berjuang dalam kasus kontrak JICT,” kata dia.
Lebih lanjut dikatakan Nova, pada 10 Maret 2018, Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta dalam suratnya Nomor 3796.H.836.1 meminta Kepala Sudinakertrans Jakarta Utara Dwi Untoro untuk menindaklanjuti permasalahan ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ulang terhadap JICT. Akan tetapi hingga saat ini belum ada realisasi.
Di sisi lain, 42 pekerja outsourcing anak usaha Pelindo II, PT Jasa Armada Indonesia (JAI) turut di-PHK tanpa alasan yang jelas pada 1 Mei 2018.
Selain terindikasi melakukan union busting, Pelindo II juga ditenggarai membayar pekerja outsourcing JAI dibawah UM. Hal itu dinilai melanggar UU 13 /2003.
Sebab itu, Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) menuntut agar SudinakerTrans Provinsi DKI Jakarta segera melakukan pemeriksaan dan pengawasan terkait banyaknya indikasi pelanggaran ketenagakerjaan serta menghapus vendorisasi yang sangat mengeksploitasi pekerja outsorcing di JICT dan Pelindo II serta anak usahanya. FPPI selain itu menuntut Pemerintah untuk menjamin perlindungan hukum dan jaminan sosial sesuai UU untuk keadilan pekerja pelabuhan dan seluruh pekerja di Indonesia.
“Dengan banyaknya pelanggaran tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan penindasan terhadap pekerja di JICT dan Pelindo II, Pemerintah harus mengembalikan tata kelola BUMN pelabuhan (Pelindo II) sesuai amanat konsitusi dan Pancasila untuk kemakmuran rakyat Indonesia,” tandasnya.
TAGS : JICT Ketenagakerjaan Kemnaker
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/37183/Manajemen-JICT-Dinilai-Langgar-Aturan-Ketenagakerjaan/