Take a fresh look at your lifestyle.

KPK Ultimatum Kementerian Yasonna Laoly Tak "Cuci Tangan"

0
KPK Ultimatum Kementerian Yasonna Laoly Tak "Cuci Tangan"

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly

Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tak mau disalahkan terkait praktik dugaan suap di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Praktik rasuah itu diklaim perbuatan oknum yang berniat jahat untuk memperkaya diri sendiri.

Kemenkumham melalui Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Utami menyebut ‎Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein sebagai oknum. ‎Dugaan rasuah Wahid diklaim bukan atas dasar kebiasaan atau adat dari kebanyakan Lapas.



“Terkait dengan apa yang terjadi dugaan masif yang nyata itu adalah oknum Kalapas Sukamiskin yang sekarang sedang menjalani proses hukum di KPK,” ucap Sri saat jumpa pers, di kantor Kemenkumham, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018) malam.    

Konferensi pers digelar menyikapi ditangkap dan ditetapkannya Husein sebagai tersangka dugaan penerima suap terkait `jual-beli` kamar serta izin di dalam Lapas Sukamiskin. ‎Minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi dalih adanya  praktik jual-beli fasilitas dan izin yang dilakukan oleh oknum-oknum terkait.

‎”Oknum kami sebut Kalapas sukamiskin, barangkali ini bisa ditangkap dengan jelas,” kata Sri.

Hal berbeda diungkapkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Berdasarkan temuan dan bukti yang dikantongi KPK, kata Saut, praktik dugaan suap di Lapas itu sudah `mengakar`.

‎Pihak Kemenkumham semestinya tidak `cuci tangan` dengan melulu menyalahkan oknum jika praktik nakal ini berulang. Seharusnya, ada langkah nyata dari kementerian yang digawangi Yasonna H Laoly dalam menyikapi persoalan ini.

“Kita sudah tidak dapat hanya menyalahkan oknum saja dalam kasus ini. Karena ketika KPK masuk ke Lapas Sukamiskin, tim KPK melihat sejumlah sel memiliki fasilitas-fasilitas berlebihan yang berbeda dengan standar sel lainnya,” ungkap Saut di gedung KPK.

BACA JUGA  Surati KPUD, KPK Monitor Mata Anggaran Pilkada Serempak 2018

Ditegaskan Saut, sistem pemasyarakatan merupakan satu kesatuan dalam upaya penegakan hukum. ‎Oleh karenanya, sistem pemasyarakatan harus menjadi elemen integral dari tata peradilan terpadu.‎

“Kita sulit bicara tentang efek jera dalam menangani korupsi, jika para narapidana kasus korupsi mendapat fasilitas yang berlebihan di sel mereka dan dapat keluar masuk tahanan dengan cara membayar sejumlah uang. Hal ini semestinya menjadi perhatian bersama. Keseriusan Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan perbaikan secara mendasar menjadi keniscayaan,” kata Saut.

KPK diketahui telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait `jual-beli` kamar serta izin di dalam Lapas Sukamiskin. Empat tersangka itu yakni, ‎Kalapas Sukamiskin, Bandung, Wahid Husen; narapidana kasus korupsi proyek Bakamla yang juga suami Inneke Koesherawati, Fahmi Darmawansyah; PNS Lapas Sukamiskin, Hendri Saputra; serta narapidana tahanan kasus pidana umum yang juga orang kepercayaan Fahmi, Andri Rahmat.

Wahid Husen diduga menerima suap berupa sejumlah uang dan dua mobil ketika menjabat sebagai Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018. Uang serta dua unit mobil yang diterima Wahid itu diduga berkaitan dengan pemberian fasilitas, izin luar biasa, yang‎ seharusnya tidak diberikan kepada diberikan kepada napi tertentu.

Fahmi Darmawansyah sendiri diduga memberikan suap kepada Wahid untuk mendapatkan fasilitas khusus di dalam sel atau kamar tahanannya. Fahmi juga diberikan kekhususan untuk dapat mudah keluar-masuk Lapas Sukamiskin.

Diduga penerimaan-penerimaan itu dibantu dan diperantarai oleh orang-orang dekat keduanya, yakni Andri Rahmat dan Hendri Saputra.

BACA JUGA  Selidiki Keuangan, Pansus Angket KPK Datangi BPK

Atas dugaan itu, Wahid dan Hendry yang disangka sebagai pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Fahmi dan Andri yang diduga sebagai pihak pemberi dijerat dengan Pasal 5 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Empat tersangka itu langsung dijebloskan ke jeruji besi setelah menjalani pemeriksaan intensif pasca OTT. Mereka ditahan di sejumlah rumah tahanan untuk 20 hari pertama.

TAGS : Kemenkumham Yasonna Laoly Sukamiskin Lapas

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/38108/KPK-Ultimatum-Kementerian-Yasonna-Laoly-Tak-Cuci-Tangan/

Leave A Reply

Your email address will not be published.