Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah saat luncurkan Buku Berjudul Mengapa Indonesia Belum Sejahtera
Jakarta – Kemesraan yang ditunjukkan Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto yang diinisiasi atlet Pencak Silat Hanifan Yudani Kusumah, dalam pertandingan Asian Games 2018 menunjukkan sistem demokrasi yang baik.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut, langkah pesilat Hanifan yang memeluk Jokowi dan Prabowo itu sebagai momen yang damai untuk mendinginkan suhu politik menjelang Pilpres 2019 mendatang.
Kata Fahri, momen yang begitu mesra tersebut membuat banyak masyarakat yang tepukau, dimana kedamaian dan persahabatan itu sesuatu yang mahal. Namun, ia mengingatkan agar tidak terjebak bahwa seolah tidak boleh berbeda pendapat dengan pemerintah.
“Itulah sebabnya, kita perlu mendudukannya dalam sesuatu pengertian. Sebab kalau tidak, kita bisa terjebak seolah-olah kita tidak boleh nampak berbeda pendapat oleh pemerintah,” kata Fahri, melalui pesan singkatnya, Kamis (30/8).
“Dan, seolah-olah harus terus memeluk pemerintah, dan baru disebut baik. Seolah-olah kita tidak boleh menyampaikan sesuatu yang berbeda dengan pemerintah, baru kemudian disebut cinta damai,” lanjutnya.
Padahal, kata Fahri, kritik dalam demokrasi kepada pemeritah khususnya sebagai pemangku kekuasaan untuk menjalankan amanah rakyat yang begitu besar, justru itu esensinya. Sebab, oposisi dalam negara berdemokrasi adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh kita lupakan.
“Karena justru Indonesia ini menderita begitu panjang dan lama karena hilangnya tradisi kritik. Dizaman kolonial tidak ada kritik, akibatnya kita dijajah dalam tempo yang lama sampai kemudian kita lakukan perjuangan bersenjata. Kenapa bersenjata, karena Belanda tidak mau berdialog,” tuturnya.
Lanjut Fahri, dialog dan kritik dalam tradisi demokrasi adalah sesuatu kewajiban dan suatu keniscayaan. Karena dalam demokrasi itu bisa saling menasihati dan saling mengkritik.
“Tapi entah apa yang terjadi di pemerintahan, sehingga pak Jokowi itu kelihatan begitu santun, tetapi aparatnya begitu kelihatan ganas, melakukan persekusi terhadap orang yang sekedar memperjuangkan tulisan yang mengatakan #2019GantiPresiden,” tegasnya.
Diketahui, momen pelukan Presiden Jokowi dengan Prabowo berawal ketika Hanifan yang baru saja dikalungi medali emas naik ke tribun VIP tempat Jokowi dan Prabowo duduk menonton pertandingan, di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (29/8).
Hanifan lantas mencium tangan Jokowi dan Prabowo. Setelah itu Hanifan merangkul kedua tokoh itu hingga berpelukan erat. Hadir dalam acara tersebut, Wapres Jusuf Kalla, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Menteri PMK Puan Maharani, dan sejumlah elite partai PDIP dan Gerindra.
Diketahui, Hanifan memastikan medali emas yang ke-13 Indonesia dari cabang pencak silat di Asian Games 2018 setelah mengalahkan Nguyen Thai Linh dari Vietnam 3-2 pada kelas C putra 55-60 kg di Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta.
TAGS : Pilpres 2019 Presiden Jokowi Prabowo Subianto
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/40135/Jokowi-Prabowo-Pelukan-Kritik-adalah-Kewajiban/