Jejak Opini WTP di Kementerian Desa
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi, Eko Sandjojo sebelum diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal suap BPK (Foto: Jurnas.com/rangga)
Jakarta – Nasib Sugito, tak lagi bisa berkutik. Saat mendengarkan pengakuan para saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 23 Agustus 2017, yang membenarkan ada dana “saweran” atas perintahnya. Uang Saweran terkumpul Rp240 Juta.
“Kita diminta (Sugito, Irjen Kemendes PDTT) ucapan terima kasih dengan memberikan sejumlah dana. Tapi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Disampaikan (Sugito) uang itu akan dikumpulkan melalui Pak Jarot,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Aisyah Gamawati saat bersaksi.
“Dari Ditjen kami (setor) Rp 15 juta. Saya ke ruangan beliau (Jarot) di lantai 4, saya sampaikan bahwa ini iuran dari kami,” ungkap Aisyah.
Begitu juga disampaikan pejabat Sekretaris Direktoran Jenderal Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi (PKP2Trans) Putut Edi Sasono. Katanya, patungan uang itu dikumpulkan sebagai ucapan terima kasih kepada auditor BPK.
“Saya sampaikan bahwa, saya hadir rapat dan disampaikan tentang masalah BPK ini dan Pak Irjen terima kasih yang telah mendaftar sehingga prosesnya cepat,” kata Putut.
Rincian uang saweran yang terungkap antara lain; Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu (PDTU) sebesar Rp 15 Juta; Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan (PKP) sebesar Rp15 Juta; Balai Pelatihan dan Informasi (Balilafo) sebesar Rp 30 Juta; Sekretariat Jenderal sebesar Rp 40 Juta; Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PKTrans) sebesar Rp 15 Juta;
Kemudian, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (PPMD) sebesar Rp 15 Juta; Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi (PKP2Trans) sebesar Rp 15 juta; Inspektorat Jenderal (Itjen) sebesar Rp 60 Juta.
Seperti itulah kesaksian kasus suap pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada anggaran 2016.
Saweran yang terkumpul Rp240 juta itu berujung nahas. Pada 26 Mei 2017, KPK menangkap Sugito yang saat itu menjabat sebagai pejabat Inspektorat Jenderal (Irjen) dan Jarot Budi Prabowo sebagai Kabag Tata Usaha (TU) Irjen Kemendes. Bersamaan, KPK juga mencokok dua auditor BPK RI, Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli.
Pada malam penangkapan Sugito itu di kantor Kementerian Desa, Kalibata Jakarta Selatan, beberapa orang yang mengenalnya tak menyangka. Pasalnya, posisi Irjen tidak punya kepentingan dengan raihan opini anggaran yang disematkan oleh BPK terhadap lembaga negara. Fungsi pejabat Irjen tidak lebih sebagai pengawasan.
“Saya kasihan sama Irjen (Sugito, red), berusaha akomodatif terhadap demand (permintaan) BPK,” ujar seorang pejabat yang menjadi sumber anonim jurnas.com.
Sumber jurnas ini melalui pesan WhatApps mengungkapkan, raihan opini WTP atas arahan PM (Menteri, red) saat rapat pimpinan beberapa bulan sebelum kasus tangkap tangan oleh KPK. “Arahan PM saat rapim ditugaskan ke Irjen yang koordinasikan,” ujar sumber jurnas.com yang mengetahui persis terkait arahan itu.
Berikut pesan lanjutan whatApps jurnas.com dengan sumber itu pada 27 Mei 2017 atau satu hari setelah penangkapan.
Jurnas : Siapa yang intervensi ke dirjen-dirjen untuk bantu Irjen soal WTP?
Sumber : Setahu saya Setirjen mengkoordinasikan dana operasional untuk pendukung tim audit BPK yang sumbernya dari masing-masing UKE1. (unit kerja setara Dirjen, red).
Jurnas : Setirjen langsung, bukan sekjen?
Sumber : Saya dilapori kalau untuk operasional tim audit BPK, dikoordinasi setirjen dan Karo keuangan BMN
Jurnas : Kalau peran Sekjen?
Sumber : Arahan PM (menteri, red), yang ngawal WTP Sekjen dibantu Irjen dan Nurdin untuk koordinasi dengan Tortama BPK. (Nurdin yang dimaksud adalah pejabat eselon 1 yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Balitlatfo dan sekarang sebagai Dirjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemendes.
Sumber : Karena setahu saya, irjen kan nggak punya kepentingan soal predikat. Kalo Sekjen iyaa…Irjen sekedar pengawasan
Sumber : Tanya pak Nurdin aja, Khan Deket dengan beliau
Dari informasi inilah, jurnas.com juga mengirimkan pesan Whatapps kepada Nurdin, Dirjen PKTrans. Nurdin dianggap bisa berperan, dengan alasan pernah menjabat sebagai Sekretaris Menteri (Sesmen) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang era Presiden Joko Widodo menjadi Kemendes PDTT.
Nurdin membantah adanya penunjukan dirinya oleh Menteri Desa pada Rapim untuk mengkondisikan WTP dengan auditor BPK. Dia hanya mengatakan, “ tidak pernah,” ujarnya. Dan dia mengatakan lagi, “bukan tusi (tugas dan fungsi) saya.”
Sementara itu, Menteri Desa PDTT, Eko Sandjojo melalui pesan whatapps kepada jurnas mengatakan, menjadi WTP itu bukan hal yang istimewa. “Itu hal yang biasa kalau semua kita lakukan dengan benar dan tidak ada yang ditunda-tunda. WTP bukan didesign hanya organisasi yang istimewa yang bisa. Semua bisa,” ujarnya.
“Saya biasa running perusahaan. Di kementerian harusnya lebih mudah karena financial statementnya cuma balance sheets dan cash flow statement. Tidak ada laporan laba rugi seperti di perusahaan. Jadi jauh lebih mudah asalkan administrasi kita rapi,” ujar Menteri Eko.
Mengenai Rapim yang dipimpinnya untuk mengarahkan agar Kemendes opini WTP dan menunjuk Irjen, Sekjen dan Nurdin untuk mengatur rencana itu, Menteri Eko menjawab, “Saya tidak aware Pak. Kalau Saya prinsipnya clear. Tidak boleh ada hengky pengky. Saya rasa di kementerian saya paham semua. Karena kita mau melakukan reformasi jangan ada celah cacat sama sekali.”
Dalam kasus tersebut, Menteri Desa mengatakan, KPK pasti punya data dan semua stafnya diminta supaya kooperatif terhadap KPK. Yang tidak kooperatif, Menteri Eko mengatakan, “akan dikasih sanksi.”
Dan mengenai nama Staf Khusus (stafsus) Menteri bernama Indra dan Syaiful Huda, juga berperan pendesak kepada unit kerja Kemendes agar permintaan Eko Sandjojo sebagai Menteri Desa bisa meraih opini WTP, Menteri Eko mengatakan, kalau ada informasi apapun sebaiknya dilaporkan ke KPK supaya ditindaklanjuti. “Kalau benar, laporkan saja ke KPK Pak,” tuturnya.
“Suruh lapor ke KPK dong Pak Sumbernya. Itu akan sangat membantu saya untuk bersih-bersih di kementerian Saya,” ujar Menteri Desa.
Sementara itu, Jaksa KPK, Moch Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor pada pertengahan Agustus 2017 mengatakan, Menteri Desa akan dihadirkan bersaksi untuk mengkonfirmasi “dosa” mantan anak buahnya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo. “Pasti akan kami hadirkan,” ujar Jaksa Takdir Suhan.
Sedangkan Ketua KPK, Agus Rahadjo mengatakan, setiap kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK pasti akan dikembangkan. Agus tak menampik pengembangan yang dilakukan pihaknya untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. Termasuk diduga keterlibatan Mendes Eko. “Kita dalami dari hasil pemeriksaan di pengadilan. Kasus itu kan pasti berkembang,” ujarnya. (tim jurnas.com, koord: Rusman)
TAGS : Suap WTP Kemendes Menteri Desa
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/21502/Jejak-Opini-WTP-di-Kementerian-Desa/