Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta
Jakarta – Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menganggap pengakuan Miryam S Haryani dalam berita acara pemeriksaan (BAP) adalah keterangan yang sesungguhnya. Pun termasuk terkait penerimaan uang dalam terkait proyek e-KTP.
Demikian dikemukakan hakim dalam sidang pembacaan vonis terhadap Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017). Menurut hakim, bantahan Miryam dalam persidangan tidak punya alasan hukum.
Hakim memastikan bantahan keterangan Miryam soal penerimaan uang, berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan saksi-saksi lainnya. Misalnya, dua terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto. Selain itu, bertentangan dengan kesaksian mantan staf di Ditjen Dukcapil Kemendagri, Yosep Sumartono. Kemudian, saksi Vidi Gunawan.
Para saksi itu, sebut hakim, membenarkan bahwa Miryam empat kali menerima uang. Masing-masing 500.000 dollar AS, 100.000 dollar AS dan Rp 5 miliar.
“Bantahan terdakwa tidak punya alasan hukum. Uang diantar oleh Sugiharto ke rumah terdakwa. Uang Rp 1 miliar diserahkan Yosep pada asisten terdakwa,” ungkap hakim Anwar.
Menurut hakim, Miryam telah dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP. Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Padahal, Miryam dalam empat BAP mengaku menerima uang korupsi dan membagikannya kepada sejumlah anggota DPR.
Pengakuan Miryam yang menyebut dirinya memberikan keterangan di bawah tekanan penyidik juga diabaikan hakim.
Hakim justru percaya semua keterangan yang pernah Miryam utarakan kepada penyidik KPK adalah sebagai sesuatu yang benar dan sesuai fakta.
“Keterangan terdakwa yang mengatakan ditekan dan diancam adalah keterangan yang tidak benar. Hal itu bertentangan dengan fakta, saksi dan alat bukti lain,” ujar hakim.
Hakim menilai pernyataan Miryam yang mengaku ditekan oleh penyidik KPK berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan tiga penyidik saat dihadirkan di persidangan. Dimana, Miryam saat menjalani pemeriksaan diberikan kesempatan beristirahat dan makan siang oleh penyidik. Selain itu, Miryam selama empat kali pemeriksaan, selalu iberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.
Tak hanya itu, keyakinan hakim bahwa Miryam tidak mendapat ancaman atau tekanan dari penyidik diperkuat oleh laporan dan keterangan para ahli yang dihadirkan jaksa. Kedua ahli yakni, Ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani dan ahli pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Noor Aziz Said.
Barang bukti berupa video pemeriksaan Miryam di Gedung KPK juga telah diperiksa oleh tim ahli psikologi forensik. Kemudian pemeriksaan itu dibuat dalam laporan analisis.
“Sebagaimana ahli tidak menemukan adanya tekanan, karena banyak pertanyaan pendek penyidik, dijawab dengan panjang lebar oleh terdakwa. Ahli mengatakan, dapat disimpulkan tidak ditemukan adanya tekanan. Terdakwa mengatakan terisolir, tapi dapat keluar masuk ruangan. Laporan ahli psikologi forensik menyatakan tidak ada tekanan dan pemaksaan, sehingga pencabutan keterangan terdakwa tidak punya alasan hukum,” tutur hakim Anwar.
Atas dasar itu, Miryam divonis 5 tahun penjara. Miryam itu juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
TAGS : E-KTP Miryam Haryani
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/24689/Hakim-Yakin-Miryam-Terima-Uang-Korupsi-e-KTP/