DPR Sebut Insiden Bayi Debora Seharusnya Tidak Terjadi
Rumah Sakit Mitra Keluarga
Jakarta – Insiden bayi Debora seharusnya tidak terjadi, di tengah upaya serius pemeirntah meningkatkan jaminan kesehatan masyarakat. Demikian pernyataan Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyikapi kasus yang menjerat RS Mitra Keluarga Kalideres tersebut.
“Jaminan kesehatan universal seharusnya memastikan masyarakat memperoleh akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu dengan biaya terjangkau,” kata Saleh, di Jakarta, Senin (11/9).
Menurut Saleh, jaminan kesehatan universal akan sulit tercapai, bila kejadian seperti yang dialami oleh bayi Debora ini masih ada. Karena itu, ia menyebut harus ada keseriusan semua pihak untuk berpartisipasi. Termasuk rumah sakit yang belum bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Rumah-rumah sakit tidak boleh hanya berorientasi keuntungan finansial dan mengabaikan aspek sosial dan kemanusiaan. Bersedia membuka rumah sakit, tentu harus bersedia pula mengabdi pada kepentingan sosial dan kemanusiaan,” ujarnya pula.
Saleh mengatakan rumah-rumah sakit swasta memang memiliki aturan administrasi dan sistem pembiayaan sendiri. Namun, rumah-rumah sakit juga diharapkan dapat memberikan pengecualian-pengecualian pada kasus-kasus tertentu.
“Karena hakikat dari pelayanan kesehatan adalah pelayanan kemanusiaan,” ujarnya lagi.
Saleh mengaku merasa sedih dan ikut prihatin atas musibah yang dialami bayi Debora. Kejadian itu tentu meninggalkan duka dan kesedihan bagi seluruh keluarganya.
Tiara Debora, bayi mungil berusia empat bulan, putri kelima pasangan Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang, warga Jalan Jaung, Benda, Tangerang tak dapat diselamatkan Minggu (3/9), meski kedua orang tuanya telah membawanya ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres.
Sebelumnya, Debora sudah seminggu terserang flu disertai batuk. Ibundanya, Henny, sempat membawanya ke RSUD Cengkareng untuk pemeriksaan. Dokter di sana kemudian memberinya obat dan nebulizer untuk mengobati pilek Debora. Namun kondisi Debora semakin parah Sabtu (2/9) malam.
Ia terus mengeluarkan keringat dan mengalami sesak napas. Kedua orang tua Debora pun membawanya ke RS Mitra Keluarga Kalideres dengan menggunakan sepeda motor. Tiba di rumah sakit, dokter jaga saat itu langsung melakukan pertolongan pertama dengan melakukan penyedotan (suction).
Memperhatikan kondisi Debora yang menurun, dokter menyarankan dirawat di ruang pediatric intensive care unit (PICU). Dokter pun menyarankan orang tua Debora untuk mengurus administrasi agar putrinya segera mendapatkan perawatan intensif.
Namun, karena RS tersebut tak melayani pasien BPJS, maka Rudianto dan Henny harus membayar uang muka untuk pelayanan itu sebesar Rp19.800.000. Namun Rudianto dan Henny hanya memiliki uang sebesar Rp 5 juta dan menyerahkannya ke bagian administrasi.
Ternyata uang tersebut ditolak, meski Rudianto dan Henny telah berjanji akan melunasinya segera. Pihak RS sempat merujuk Debora untuk dirawat di rumah sakit lain yang memiliki instalasi PICU dan menerima layanan BPJS.
Setelah menelpon ke sejumlah RS, Rudianto dan Henny tak juga mendapatkan ruang PICU kosong untuk merawat putrinya. Kondisi Tiara terus menurun hingga akhirnya dokter menyatakan bayi ini meninggal dunia.
Rudianto dan Heni sangat terpukul atas meninggalnya Debora. Mereka tak terima dengan perlakuan pihak rumah sakit terhadap putri mereka.
Usai mengurus administrasi rumah sakit, Rudianto dan Henny membawa pulang jenazah putrinya menggunakan sepeda motornya. (Ant)
TAGS : Bayi Debora DPR Kesehatan BPJS
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/21561/DPR-Sebut-Insiden-Bayi-Debora-Seharusnya-Tidak-Terjadi/