ilustrasi anak stunting
Depok – Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sigit Priohutomo menilai, stunting atau kekerdilan pada anak terjadi bukan karena latar belakang ekonomi, melainkan salah penerapan pola asuh.
“Stunting di kota saja ada kok. Stunting itu bukan karena masalah miskin dan kaya, masalahnya adalah salah asuh, gizi ibu hamil tidak terpenuhi,” kata Sigit usai acara penataran dan lokakarya bina balita di Depok, Selasa (22/5).
Sigit mengatakan cikal bakal anak yang kerdil bermula dari kesiapan seorang ibu sebelum hamil. Lalu berlanjut pada program 1.000 hari pertama kehidupan dari kehamilan sampai dua tahun
“ASI-nya harus terpenuhi,” ujar Sigit.
Setelahnya saat usia dua tahun ke atas atau usia PAUD, lanjut dia, anak berada dalam masa pertumbuhan emas dan harus diisi dengan berbagai pengetahuan.
Pemahaman orang tua terhadap kesehatan, khususnya ibu, menjadi penting dalam memenuhi kebutuhan gizi saat hamil, memberikan ASI eksklusif hingga memilih pola konsumsi yang sehat untuk keluarganya.
Sigit menerangkan saat ini pemerintah telah membentuk 1.000 desa stunting yang harus ditanggulangi melalui program padat karya tunai melalui dana desa. Rencananya jumlah tersebut akan ditambah lagi menjadi 1.600 desa yang harus ditanggulangi masalah kekerdilan pada anak.
Namun, dari 1.000 desa stunting tersebut baru 70 desa yang terintegrasi dengan Kampung KB dari BKKBN. Kampung KB tersebut akan mewadahi berbagai program kementerian-lembaga yang berfokus pada pembangunan manusia, infrastruktur, dan ekonomi di desa. (Ant)
TAGS : Kesehatan Stunting BKKBN
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/34926/BKKBN-Stunting-Bukan-Karena-Faktor-Ekonomi/