Nazaruddin
Jakarta – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM bakal meminta rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengajuan asimilasi terpidana korupsi M Nazaruddin. Mantan Bendum Partai Demokrat itu sebelumnya diajukan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Dedi Handoko.
“Sedang dipelajari dulu data-datanya, persyaratannya, semuanya. Kemudian nanti dimintakan rekomendasi ke KPK,” ucap Kepala Bagian Humas Ditjen PAS, Ade Kusmanto saat dikonfirmasi, Jumat (2/2/2018).
Diakui Ade, pihaknya telah menerima pengajuan asimilasi dalam rangka program pembebasan bersyarat Nazaruddin dari Dedi Handoko. Pengajuan asimilasi untuk bebas bersyarat ini diklaim sudah memenuhi syarat.
“Dari pihak Lapas sendiri mengusulkan sudah pasti memenuhi syarat, tapi kita pelajari lagi. Tidak mungkin pihak Lapas mengusulkan warga binaan kalau belum memenuhi syarat,” tutur dia.
Setelah mendapatkan rekomendasi dari KPK, kata Ade, pihaknya akan menyampaikan rekomendasi kepada Menkumham, Yasonna Laoly. Namun, Ade belum bisa bicara lebih jauh apakah pengajuan asimilasi dalam rangka program pembebasan bersyarat untuk Nazaruddin akan diterima atau tidak. Yang jelas, kata Ade, pihaknya sat ini pihaknya akan mempelajari semua berkas yang diajukan Lapas Sukamiskin.
“Nanti hasil rekomendasi pihak Ditjen PAS disampaikan ke pak Menteri. Kalau dilihat dari perhitungannya, sementara ini ya, seperti itu. Kita lihat nanti, sesuai dengan PP 99/2012,” tandas Ade.
Nazaruddin diketahui merupakan terpidana 13 tahun pidana penjara atas dua kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nazaruddin sebelumnya divonis dalam dua kasus korupsi berbeda.
Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
Selain itu juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring untuk memenangkan lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Hukuman Nazaruddin dalam kasus itu kemudian diperberat Mahkamah Agung. Hukuman 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta diperberat menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.
Saat menjalani masa hukuman ini, Nazaruddin kembali divonis pada 15 Juni 2016 atas kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Bos Permai Grup itu divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. Dari uang itu, Nazaruddin salah satunya membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Pembebasan bersyarat diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pada Pasal 14 ayat (1) huruf k tertulis, “Yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.”
Syarat-syarat pemberian pembebasam bersyarat secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
TAGS : Nazaruddin E-KTP Yasonna Laoly
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/28657/Bebas-Bersyarat-Nazaruddin-Nunggu–Rekomendasi-KPK/